Pages

Unilever, Berawal dari Produsen Sabun Cuci Batangan di Angke

Jakarta - PT Unilever Indonesia Tbk telah berada di Indonesia sejak tahun 1933 atau 80 tahun yang lalu. Saat pertama didirikan di Indonesia, Unilever masih bernama Lever’s Zeepfabrieken NV. Di lokasi pertamanya, di Angke, Jakarta Barat, yang memproduksi sebuah sabun cuci batangan bernama Sunlight.

Perusahaan Belanda itu terus melesat sebagai salah satu perusahaan Fast Moving Consumer Goods(FMCG) terdepan yang menguasai 60 persen pasar FMCG Indonesia. Salah seorang yang sukses membawa produk-produk Unilever menjadi kebutuhan pokok di Indonesia adalah President Director PT Unilever Indonesia Tbk, Maurits Daniel Rudolf Lalisang.

Pria kelahiran Makassar itu pun berkesempatan untuk membagi ilmu dan pengalamannya bersama para siswa Binus Business School, Jakarta, Rabu (30/10/2013) malam. "Saya yakin, di setiap rumah, sekarang paling tidak pasti pakai satu produk Unilever," kata Maurits.

Pada tahun 1982, PT Unilever Indonesia Tbk mulai "melantai" di lantai bursa dan menawarkan saham perdananya di Bursa Efek Jakarta dan Surabaya. Penjualan yang sangat baik ditunjukkan oleh dua usaha utama, yakni Home and Personal Care dengan penjualan bersih sebesar Rp 17,2 triliun dan Foods & Beverages sebesar Rp 6,3 triliun.

Produk-produk home and personal care seperti Ponds, Dove, Clear, Sunsilk, Domestos, Molto, Rexona, Pepsodent, Rinso, Close Up, Zwitsal, Wipol, Super Pell, dan sebagainya. Hingga saat ini, sebanyak 73 persen warga Indonesia menggunakan produk Unilever ini. Sementara 27 persen sisanya, warga memilih untuk mengonsumsi produk food and beverages, seperti kecap Bango, mentega Blue Band, es krim Walls, teh Sari Wangi, Buavita, Royco, dan Lipton Ice Tea.

Pertumbuhan yang baik produk-produk PT Unilever Indonesia Tbk ditunjukkan dengan keuntungan yang didapatkan setiap tahunnya. Pada tahun 2000, keuntungan yang didapat mencapai Rp 810 miliar. Kemudian, di tahun 2005, profit semakin bertambah mencapai Rp 1,44 triliun.

Peningkatan ini terus terjadi berturut-turut. Di tahun 2010, angka keuntungan mencapai Rp 3,39 triliun. Pada tahun 2012, keuntungan yang diperoleh mencapai Rp 4,84 triliun.

Keuntungan yang besar itu, kata Maurits, tak lepas dari inovasi yang terus diciptakan Unilever. Menurut dia, sebuah inovasi telah menciptakan nilai lebih sekaligus meningkatkan kepuasan pelanggan dengan menyajikan produk-produk yang terus disempurnakan.

Salah satu contoh inovasi itu dengan membuat kemasan, mulai dari sachet, tube, hingga kemasan tube dispenser atau kemasan menarik lainnya. Beragamnya kemasan tersebut, membuat produk menjadi beragam ukurannya.

Tiap tahunnya, paling tidak Unilever menciptakan sebanyak 60 inovasi baru. Inovasi itu juga ditunjukkan dengan inovasi jenis bentuk produk. Misalnya Sunlight yang awalnya berbentuk batangan terus diciptakan inovasi bentuk cair. Begitu pula dengan deodoran Rexona, dari bentuk roll on menjadi spray.

"Saya pikir, masyarakat adalah aset berharga perusahaan. Jadi, kami akan terus berupaya untuk memuaskan masyarakat dengan inovasi yang diciptakan. Inovasi juga yang telah menyelamatkan perusahaan dari kelesuan pasar pada tahun 2010," kata Maurits.
Selain melalui inovasi ukuran dan bentuk, Unilever juga berinovasi dalam menyediakan beragam pilihan merek untuk jenis produk yang sama. Contohnya untuk perawatan wajah, ada produk Citra bagi masyarakat kelas menengah ke bawah, kemudian Fair and Lovely, dengan harga menengah, kemudian satu tingkat di atasnya, ada produk Ponds.

Kemudian, produk Paddle Pop yang disasar untuk anak-anak, dan ada produk Magnum dengan sasaran anak muda dan eksekutif muda.

Walaupun telah menjadi pemimpin pasar, PT Unilever Indonesia Tbk terus memperluas pasar. Jika pasar makin luas, pendapatan pun akan terus membesar.

Untuk mempertahankan konsumen dan meningkatkan laba tiap tahunnya, Maurits mengatakan PT Unilever Indonesia Tbk tak berhenti untuk terus menciptakan inovasi. Misalnya saja dengan mendorong konsumen untuk memakai produk lebih banyak.

Apabila selama ini masyarakat lebih mengenal Citra sebagai produk pelembut kulit yang hanya dapat digunakan di rumah, Unilever Indonesia kemudian menciptakan Rumah Cantik Citra. Di sana, konsumen bisa merasakan dipijat dengan Citra.

Inovasi serupa juga dilakukan untuk produk food and beverages. Misalnya, produk es krim Magnum. Unilever juga menciptakan Magnum Cafe di Grand Indonesia dan konsumen dapat mencoba berbagai inovasi kuliner dengan campuran es krim Magnum.

Dengan kemajuan yang terus diraih oleh Unilever, publik selalu menyangka Unilever selalu sukses dalam meraih keuntungan dan memikat hati pasar. Padahal, dalam merumuskan sebuah kebijakan di perusahaan tersebut, karyawan terkecil pun harus dapat mendiskusikan produk yang akan diciptakan.

"Segala sesuatu dimulai dari konsumen. Kita semua harus mengetahui hal yang paling terdalam dan diinginkan oleh para konsumen. Jangan ragu untuk melihat ke pasar dan warung," ujar pria penyuka Guns N Roses tersebut.

Di dalam memimpin perusahaannya, Maurits selalu mengarahkan karyawannya untuk dapat menjadi manajer. Saat bergabung bersama Unilever, selama 18 bulan pertama, karyawan harus menjadi orang yang serius agar nantinya dapat menjadi seorang manajer yang baik.

Di kantornya, ia juga membangun sebuah gym di lantai paling atas gedung. Maurits memiliki alasan tersendiri mengapa ia membangun gym di lantai atas. Hal ini dimaksudkan agar karyawan-karyawannya dapat berolahraga sambil rileks melihat pemandangan yang ada.

Unilever Indonesia sejauh ini telah membuka lapangan kerja bagi 6.043 karyawannya dan 30.000 lapangan kerja yang berkaitan dengan Unilever. Tak hanya terus membuka lapangan kerja, Unilever Indonesia juga terus berupaya untuk menanamkan modal lebih besar lagi di Indonesia.

Pada tahun 2011, belanja modal PT Unilever Indonesia, Tbk mencapai Rp 1,7 triliun, dan total selama 3 tahun terakhir mencapai Rp 4,2 triliun.

Penulis: Kurnia Sari Aziza
Editor: Bambang Priyo Jatmiko


Tidak ada komentar:

Posting Komentar